Pages

Selasa, 30 April 2013

Pria Pengunyah Sedotan (re-post)


Dari samar-samar butiran hujan yang lebat, kuperhatikan rintik tangis tersedu-sedu dari matanya yang menutup. Sedikit terkamuflase dengan air hujan yang jatuh tidak main-main malam ini. Lalu dia mulai meraung, menghujat dan mengutuk.

“ KENAPA INI TERJADI! INI TIDAK ADIL! DIMANA KEADILAN UNTUK AKU! INI TIDAK BENAR! DIMANA KEBENARAN ITU! DIMANA MAHA BENAR ITU? DIMANA MAHA ADIL ITU?”

Khali berteriak sekeras-kerasnya, menembusi dinding tebal hujan berangin malam ini. Aku hanya menatapnya dari bawah payung yang tadi dia tolak ketika kusodorkan untuk menaunginya dari lebat hujan. Sesekali aku tatap surat kecil yang dititipkan untuknya padaku. Catatan yang koyak karena kugenggam sambil memegang gagang payung ini. Cuma tulisan pendek dari bagian surat yang menyembul keluar yang bisa kubaca.

Semoga engkau tetap bersemangat muda dan selalu tersenyum. Semoga hati dunia ini hidup bahagia di dalam hatimu. J e R
Sebuah ucapan untuk hari lahir Khali kurasa. Ada rasa lemah dalam hatiku malam ini. Ada yang mati sedangkan baru kuimpikan lahir. Ada yang pergi meninggalkanku ketika dia mulai menangisi “Pria Pengunyah Sedotan” itu.
***
Rindangnya pohon ini sangat menguntungkan. Ranting-rantingya yang jauh menjulur keluar dan daun-daunya yang padat membuat gerimis sore ini tidak berdaya untuk membubarkan forum diskusi ini.  Forum ini selalu kunantikan. Kenapa? Karena selain aku bisa menambah pengetahuan juga akhirnya aku bisa melihat Khali dengan wajah yang seriusnya untuk memperhatikan suatu hal. Tidak tampak wajahnya bergeming untuk suatu hal yang tidak terlalu perlu selain untuk forum ini.

Aku masih saja memperhatikan wajahnya sekali-kali. Terkadang dia diam membatu, tak tampak satu gerakan pun ketika itu. Seperti ada yang serius menerpanya, menerpa dalam hatinya. Terkadang dia tersenyum simpul. Senyum yang indah. Saat itu hal yang membanggakan merasuki setiap sendi-sendi dirinya. Atau dia tertawa kecil sampai menyembunyikan tawanya itu di balik telapak tangannya. Serasa seluru dunia ikut dengan tawanya itu.  Cerita kecil yang lucu sedang berkumandang di dalam forum, itu yang memicunya. Dia sangat fokus pada forum ini. Sangat fokus dengan ucapan dari “penghulu” forum ini. Seorang seniorku yang juga terus berbicara sambil mengunyah ujung sedotan pelastik air minum mineral. Aku sangat senang memperhatikan perubahan mimik itu.

Aku teringat ketika itu. Ketika “Pria Pengunyah Sedotan” mengajak aku untuk membentuk forum ini. Dia memang sering kuajak untuk diskusi. Dia punya pandangan yang luas. Beberapa teori, yang untuk beberapa orang dibilang ekstrim, dia kuasai. Itu yang kusuka. Dia mengusulkan untuk mencari anggota lain agar diskusi menjadi lebih menarik dan ilmu yang didapat lebih beragam. Maka aku memulai merekrut dari angkatan ku sendiri. Dan orang yang pertama memperliatkan antusiasnya, yang tidak ku sangka, adalah anak paling pragmatis di angkatanku, Ya! Khali yang duluan mengajukan kesediaannya. Kulihat sumbringah di wajahnya ketika ku paparkan profile forum ini. Mulai dari landasan berpikir yang kudapat dari diskusi dengan “Pria Pengunyah Sedotan” sampai metode diskusinya.
***
Aku tidak mempedulikan lagi kalau rintik hujan ini sudah hampir full membasahi seluruh badanku. Aku hanya terus berjibaku dengan Handphone ku. Aku terus menghubungi teman-teman. “Cepat kesini, kita perlu bantuan” kalimat ini terus ku ulang-ulangi.  Kucoba terus menghubungi teman-teman yang lain. Tapi kulakukan sambil terus memperhatikan teman-teman yang lain berlari kedepan. Memunguti batu lalu melemparnya lagi. Berteriak meski ditengah hujan. Tampak wajah-wajah garang mereka ditengah hujan ini. Aku menghindari beberapa batu yang datang dari depan dan menghindar. Selalu berjalan mundur agar aku dapat melihat batu yang melayang dari depan. Aku tidak berani membelakangi lawan, terlalu berbahaya.

Aku masih menelphon kala itu. Saat dari arah depan, samar-samar oleh rintik hujan malam ini, kulihat dua teman ku mengangkat sebuah tubuh. Tak kutahu siapa itu. Sampai kedua teman itu mendekat dan segera akan melewatiku. Tak kuperhatikan wajah panik mereka, yang kuperhatikan tubuh yang mereka bawa. Jaket merah yang dialiri darah, seakan luntur warna jaketnya itu karena cucuran hujan. Itu pakaian yang pertama membangkitkan firasat buruk dalam kepalaku. Dan ketakutanku terwujud saat wajahnya nampak jelas padaku. “Pria Pengunyah Sedotan” tersungkur lemah di gendongan dua juniornya.

“SEGERA KESINI!” itu kalimat terakhir yang kuucapkan dan segera kuakhiri pembicaraan. Aku segera berjalan cepat dibelakang dua teman ku yang meggendong “Pria Pengunyah Sedotan”. Dalam pikiranku terlintas wajah-wajahnya ketika dia di beberapa acara memberikan pidato. Ajaran-ajaran yang dia lontarkan dengan pasti. “Pria Pengunyah Sedotan” apakah akan bisa melakukan itu lagi, sedangkan saat ini saja kulihat wajahnya tak berkehidupan lagi.

Tiba-tiba pikiranku terangkat dan jatuh pada sepucuk kertas yang ada di dalam saku tas kecilku. Sebuah surat kecil yang tadi sebelum tawuran ini terjadi, sebelum hujan, sewaktu kita masih duduk tenang di dalam kafe, dia serahkan kepadaku. “Besok ultah Khali kan. Ini hadiah dari saya. Kamu saja yang serahkan ya!” ini yang “Pria Pengunyah Sedotan” ucapkan sambil tersenyum kecil.” Mudah-mudahan besok tidak hujan seperti malam ini” aku berdoa sambil menatap wajah “Pria Pengunyah Sedotan” yang pucat putih dan di basahi hujan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 anne nakke. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.