Sajak cinta pamungkas terluka juga
Kering kata dari setiap alur barisnya
Izrail berjinjit-jinjit menghampiri makna
Dan sebentar lagi cinta akan melihat mayatnya di keranda
Oh... betapa malang sang pecinta yang menyembah fisiknya
Lupa sedang menari diatas mimpi yang tak menyentuh ruang
Terus termangu menunggu bintang utara bergerak
Sementara waktu terus melebarkan derita
Aku nanar mentap pohon ku mengering
Kulit batangnya terkelupas seperti kudis
Ranting-rantingnya kurus nestapa tak benadi
Daun-daunnya coklat hangus berguguran mati
Ada helaan nafas mengharap asa
Ketika kehidupan bertumpu pada satu nama
Laksana lubang hitam untuk via Lactea
Menenggelamkan dan melenyapkan
Satu lembar daun menggelantung setengah nafas
Sisi-sisinya mulai ditinggalkan klorofil
Ruas-ruasnya mulai mencoklat
Tapi masih kudapati barisan kata diatas pundaknya, sebuah asa
Kusadari kekuatan harapan
Itu yang membuatku berhenti untuk waktu yang tidak sebentar
Sebuah kalimat yang meminta ku tinggal sebentar lagi saja
Sesuatu yang berteriak pada dunia bahwa akar-akarnya masih menancap tajam
Sebuah kalimat di atas daun terakhir
Bahwa cinta tidak selamanya bersama
Bahwa cinta mungkin berakhir tragis
Bahwa cinta bukan mimpi tapi nyata
Tapi cinta yang ini menunggu sampai nafas terakhir pergi
0 komentar:
Posting Komentar