Pernahkah kau
duduk disampingku?
Menatap arus
awan menyentui surya
Mengikis urat ku
yang lelah dengan sentuh
Lalu ku ukir kelingking ditengah helai kerudungnya
Kulihat sepi
menghampiri
Sembari duduk
aku meringis, takut
Beribu lembar
devosi basi
Dibentangkan
dalam simpul utas pecut
Aku yang
bersimpuh dalam batas-batas mataku
Telingaku,
bibirku, dan mimpi kecilku
Berusaha
mengaduk langit yang berusaha kau bisikkan pada bumi
Seribu wanita
lalu menahtakan keelokan kulit
Menumpahkan
beribu debu di wajah lugu
Menjahit gencu lengket
tepat di sisi bibir
Menelan pil untuk
menyekik pinggul
Lalu membeber
selangkangannya yang amis
Aku tidak kagumi
Hanya sedang
asik melihat mu bermain
Dengan kertas,
dengan pekik
Dengan ayat,
dengan definisi
Masih berusaha
membisikkan surga pada bumi
Tapi kau terlalu
serius
Tidak menyadari
kah aku masih mabuk menatap mu
Mengelilingimu
dalam tarimu
Membelaimu dari
sisi bias cahaya melalui kornea ku
Biar seribu
wanita masih membeber selangkangan amisnya
Aku masih
mengagumi dirinya
Meski harus
selalu bertanya
Pernahkah kau
mau duduk disampingku?
Mendengarkan
puji-pujianku kepada mu
Hingga rindu,
hingar haru
Maryam ku,
wanita-Mu
0 komentar:
Posting Komentar